Terkait Klaim Pencetakan Ulang Ijazah Presiden Joko Widodo, Pemerintah Minta Publik Tidak Terprovokasi Isu yang Belum Terverifikasi

Berita48 Dilihat

Jakarta, Lintasnusa.com – 22 Juni 2025 Seorang pria bernama Widodo mendadak menjadi sorotan publik setelah mengaku mencetak ulang ijazah milik Presiden Joko Widodo di Pasar Pramuka pada tahun 2012. Pengakuan ini mencuat di tengah polemik lama terkait keabsahan dokumen pendidikan Kepala Negara yang kembali diangkat oleh sejumlah pihak melalui media sosial dan kanal televisi.

Dalam keterangan yang dikutip dari tayangan YouTube iNews TV pada Rabu (18/6/2025), Beathor Suryadi—salah satu tokoh yang kerap mengkritisi legalitas dokumen Presiden—menyebut bahwa pencetakan ulang dilakukan secara diam-diam oleh sejumlah relawan Jokowi, termasuk Widodo, David, dan Anggit, menjelang pencalonan Gubernur DKI Jakarta tahun 2012.

Beathor juga mengklaim bahwa dokumen tersebut diperlihatkan kepada Andi Widjajanto tanpa sepengetahuan bahwa itu merupakan hasil pencetakan ulang. Ia bahkan menambahkan adanya keterangan dari seorang akademisi yang menyebut tidak menemukan nama Joko Widodo dalam daftar mahasiswa Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM).

Baca Juga : Peristiwa Penyiraman Air kepada Gubernur Dedi Mulyadi Saat Kunjungan ke Bekasi, Pelaku Sudah Diamankan

Menanggapi pernyataan tersebut, sejumlah pihak dari lingkungan Istana dan tokoh akademik yang pernah memberikan klarifikasi sebelumnya menegaskan bahwa ijazah Presiden Joko Widodo adalah sah dan terdaftar resmi. UGM sendiri, pada berbagai kesempatan, telah membantah tuduhan palsunya ijazah tersebut.

Pemerintah mengimbau masyarakat untuk tidak mudah terprovokasi oleh klaim sepihak dan isu yang tidak diverifikasi melalui proses hukum maupun otoritas pendidikan resmi.

“Segala tuduhan terkait dokumen kepresidenan sudah dijawab secara formal oleh instansi terkait, termasuk oleh pihak UGM. Jika ada pihak yang merasa memiliki bukti baru, silakan menempuh jalur hukum, bukan melalui opini publik yang tidak dapat diuji kebenarannya,” demikian disampaikan oleh salah satu pejabat di lingkungan Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Fenomena seperti ini dianggap sebagai bagian dari upaya disinformasi yang berulang jelang momen politik penting. Pemerintah mengajak media, akademisi, dan publik untuk menyikapi klaim seperti ini dengan skeptisisme sehat dan tetap menjunjung tinggi prinsip verifikasi informasi.

“Publik cerdas tidak akan terbawa pada isu yang tidak berbasis fakta hukum. Mari jaga ruang digital kita dari hoaks yang bisa menimbulkan perpecahan,” tutup pernyataan resmi dari Kominfo.


Kementerian Komunikasi dan Informatika RI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *