Bandung, Lintasnusa.com – 23 Mei 2025 Mantan Bupati Purwakarta sekaligus tokoh politik Jawa Barat, Dedi Mulyadi, kini tengah menjadi sorotan publik usai menjadi target serangan masif dari buzzer media sosial. Serangan ini diduga berkaitan erat dengan sejumlah kebijakan kontroversial yang dikeluarkan Gubernur Jawa Barat, di mana Dedi disebut-sebut memiliki pengaruh dalam proses pengambilan keputusannya.
Dedi Mulyadi, yang dikenal sebagai figur publik vokal dan aktif dalam isu-isu sosial, kini mengalami tekanan opini publik yang disinyalir bukan muncul secara alami, melainkan merupakan bagian dari operasi politik sistematis di ruang digital.
Diduga Ada Sosok Kuat di Balik Serangan
Berbagai narasi negatif menyerang Dedi melalui media sosial, mulai dari akun anonim hingga influencer yang dikenal memiliki afiliasi politik tertentu. Pengamat media dan politik digital menduga bahwa ada sosok berpengaruh di balik kampanye ini, mengingat pola penyebaran konten sangat terstruktur dan berulang.
Baca Juga : PT Taspen Cairkan Gaji ke-13 untuk Pensiunan PNS Mulai 2 Juni 2025
“Ini bukan serangan biasa. Ada pola sistematis, terkoordinasi, dan dilakukan dalam waktu bersamaan di berbagai platform. Ini mengindikasikan keterlibatan pihak tertentu yang memiliki sumber daya dan kepentingan politik,” ujar salah satu analis media sosial dari Universitas Padjadjaran.
Dedi Mulyadi: Saya Tidak Gentar
Menanggapi isu tersebut, Dedi Mulyadi tetap tenang. Ia menyatakan bahwa dirinya akan terus memperjuangkan kebijakan yang menurutnya berpihak pada rakyat, meskipun mendapat perlawanan.
“Kalau saya bicara untuk rakyat kecil, lalu ada yang tidak suka, biarlah. Saya tidak akan berhenti. Serangan buzzer itu hanya membuat saya makin yakin, saya berada di jalan yang benar,” kata Dedi dalam pernyataan di akun media sosial resminya.
Seruan untuk Transparansi
Sejumlah aktivis dan akademisi menyerukan transparansi digital dan etika komunikasi politik agar ruang publik tidak dikotori oleh manipulasi opini yang menyesatkan.
“Buzzer bukan hanya masalah kebisingan di media sosial, tapi juga persoalan demokrasi. Siapa pun yang merasa dirugikan berhak mendapatkan perlindungan hukum dan keadilan informasi,” tegas pengamat komunikasi politik dari LIPI.
Kontak Media:
Tim Komunikasi Dedi Mulyadi