Tasikmalaya, Lintasnusa.com – Polemik terkait sengketa kepemilikan lahan seluas ±525 meter persegi di Kampung Gunung Sesel, Kelurahan Cibunigeulis, Kecamatan Bungursari, Kota Tasikmalaya, terus memanas. Lahan yang diklaim milik almarhum Enjang dan sebagian lainnya merupakan tanah wakaf, diduga diserobot oleh pengembang Perumahan Bumi Pesona Siliwangi (Hajart Group) yang dibeli dari H. Lukman.
Pada Selasa (15/07/2025), jajaran DPRD Kota Tasikmalaya melalui Komisi I bersama instansi terkait turun langsung ke lokasi untuk meninjau titik koordinat lahan yang disengketakan. Hadir dalam kegiatan ini Ketua Komisi I DPRD H. Dodo Rosada, Wakil Ketua H. Dayat Mustopa, perwakilan BPN, Bapenda, kelurahan, kecamatan, unsur penegak hukum, kuasa hukum masing-masing pihak, serta tokoh masyarakat dan LSM FORDEM.
Ketua Komisi I, H. Dodo Rosada, menyatakan bahwa masing-masing pihak membawa bukti kepemilikan. Di satu sisi, pihak H. Lukman memiliki sertifikat hak milik (SHM), sementara ahli waris membawa SPPT.
“Secara hukum, SHM memang lebih kuat. Namun DPRD juga melihat aspek kebenaran materil dan sisi kemanusiaan. Kami mendorong penyelesaian lewat musyawarah dan mufakat,” ujar Dodo.
Perwakilan BPN Kota Tasikmalaya, Dadan Darmawan, menyatakan bahwa pengukuran ulang tidak bisa dilakukan karena tidak ada saksi batas tanah asli yang dulu pernah ditunjuk.
“Kami akan menelusuri batas tanah secara bertahap berdasarkan NOP SPPT agar tidak ada pihak yang dirugikan. BPN tetap kooperatif,” ujarnya.
Kuasa hukum pengembang, H. Asep Heri Kusmayadi, menegaskan bahwa kliennya membeli lahan seluas ±22.000 m² dari H. Lukman secara sah dan telah bersertifikat.
“Jika pihak lain menganggap ada sengketa, silakan tempuh jalur hukum, baik melalui Pengadilan Negeri atau PTUN. Sertifikat yang sudah terbit tidak bisa dibatalkan begitu saja tanpa proses hukum,” tegasnya.
Pantauan di lapangan menunjukkan suasana sempat memanas. Warga dan ahli waris, termasuk Syarif dan Abdul Rosyad, mengeluhkan batas tanah wakaf yang hilang serta pengerukan lahan tanpa izin.
“Dari dulu saya sudah ingatkan soal batas tanah wakaf. Tapi tak diindahkan. Sekarang batasnya hilang,” ujar Abdul Rosyad dengan nada kecewa.
Ketua RW 02 Dedi Juanedi juga menyampaikan bahwa proses pengukuran sertifikat H. Lukman dulu tidak melibatkan warga dan pihak kelurahan. Ia menyebut adanya proses pengisian warkah jual-beli yang tak disaksikannya sebagai RW.
“Pihak BPN menugaskan pihak ketiga, tapi pengukuran ke lokasi tak dilakukan bersama warga. Tahu-tahu sertifikat sudah terbit,” ungkapnya.
Ketua Umum LSM FORDEM, Ade Irawan, menyatakan pihaknya akan terus mengawal persoalan ini hingga tuntas. FORDEM bahkan meminta proyek perumahan ditutup sementara.
“Ada dugaan pengerukan tanah milik warga tanpa izin, tanpa kompensasi atas hasil material yang diambil. Ini bisa masuk ranah pidana,” tegasnya.
Penasehat FORDEM, Tatang Sutarman, menilai kasus ini sangat serius dan mendesak tanggung jawab dari semua pihak, termasuk OPD teknis.
“Kami beri waktu hingga Selasa pekan depan. Jika tidak ada kejelasan, kami akan mendorong langkah hukum,” pungkasnya.