Jakarta, Lintasnusa.com – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengeluarkan aturan soal penambahan kuota siswa untuk mengatasi angka putus sekolah. Aturan yang dimaksudkan ialah Keputusan Gubernur Provinsi Jawa Barat No. 463.1/Kep/323-Disdik/2025 tentang Petunjuk Teknis Pencegahan Anak Putus Sekolah Jenjang Pendidikan Menengah di Provinsi Jawa Barat.
Salah satu poin yang menjadi pro dan kontra dalam kebijakan itu ialah meminta agar satuan pendidikan dapat menerima murid sebanyak-banyaknya 50 murid. Disesuaikan dengan hasil analisis data luas ruang kelas yang digunakan.
Poin itu mendapat kritikan tajam dari berbagai kalangan, mulai dari forum kepala sekolah, organisasi guru hingga Ombudsman. Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah juga telah memberi masukan agar Dedi Mulyadi untuk mengkaji ulang aturan tersebut.
Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Fajar Riza Ul Haq, meminta Dedi Mulyadi dapat mempertimbangkan soal aspek kondusivitas belajar apabila satu kelas terdapat 50 murid.
“Kalau satu kelas 50 orang, kira-kira kondusif enggak? Jadi, kami mengimbau juga kepada pemerintah daerah dan dinas untuk mempertimbangkan aspek kenyamanan dalam proses pembelajaran,” ujar Fajar di Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Senin, 30 Juni 2025 lalu.
Menurut Fajar, jumlah siswa yang ideal untuk SMA adalah 36 orang per kelas. Namun, ketentuan itu bisa berubah dalam kondisi darurat. Dia menilai celah aturan kondisi darurat itu memungkinkan penambahan jumlah siswa per kelas menjadi 50 diterapkan secara luas di Jawa Barat. “Tapi kan namanya dibolehkan bukan berarti itu pilihan terbaik,” kata Fajar.
Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) secara tegas menolak kebijakan Dedi Mulyadi. Menurut Kepala Bidang Advokasi P2G Iman Zanatul Haeri, kebijakan satu kelas 50 murid dapat menimbulkan masalah baru, baik itu secara pedagogis, psikologis maupun sosial.
Menurut Iman, ruang kelas di SMA/SMK umumnya dirancang hanya untuk 36 siswa. Memasukkan 50 murid ke satu kelas akan menyebabkan ruangan pengap, interaksi belajar terganggu, dan suara guru tak terdengar. Guru juga akan kesulitan mengelola kelas dan mengevaluasi proses belajar anak secara menyeluruh.
Iman menambahkan, kebijakan gubernur bertentangan dengan ketentuan pemerintah pusat. Permendikbudristek Nomor 47 Tahun 2023 dan Keputusan Kepala BSKAP Nomor 071/H/M/2024. Aturan itu secara tegas membatasi jumlah maksimal siswa SMA sederajat sebanyak 36 anak per kelas.
“Memasukkan 50 murid ke satu kelas adalah solusi instan jangka pendek. Itu tidak menyelesaikan akar persoalan,” ujarnya.
P2G mengingatkan faktor anak putus sekolah tidak melulu soal daya tampung sekolah negeri. Ada banyak penyebab lain, seperti pernikahan dini, kemiskinan, pekerjaan anak, hingga konflik hukum. Karena itu, P2G menyarankan agar gubernur mempertimbangkan pendekatan yang lebih komprehensif, seperti mendorong anak kembali ke madrasah, pendidikan nonformal, atau sekolah rakyat yang dibiayai negara.
Iman berpandangan anak dari keluarga miskin ekstrem bisa diarahkan ke sekolah rakyat yang dikelola Kementerian Sosial, sebagai bagian dari kesinambungan antara program pusat dan daerah.
Forum Kepala Sekolah Menengah Atas Swasta Provinsi Jawa Barat secara tegas menolak dan mendesak agar Dedi Mulyadi membatalkan aturan tersebut. Ketua Umum Forum Kepala SMA Swasta Jawa Bara Ade D Hendriana mengatakan kebijakan satu kelas 50 murid bertentangan dengan aturan menteri tentang luas ruang kelas dan jumlah maksimalnya.
Dia khawatir dampak dari aturan itu membuat banyak sekolah swasta tutup karena tidak diberi ruang untuk bersaing. “Kebijakan tersebut akan membenturkan sekolah negeri dan swasta sehingga berpotensi terjadinya kesenjangan sosial yang semakin tajam dalam dunia pendidikan,” kata dia kepada Tempo pada Rabu, 2 Juli 2025.
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengatakan kebijakan satu ruang kelas boleh diisi 50 orang siswa hanya berlaku sementara sembari menunggu kelas baru selesai dibangun.
Mantan bupati Purwakarta itu menargetkan paling lama kondisi itu berlaku sampai Januari 2026. Dia menargetkan pada Januari 2026, siswa sudah belajar dengan kuota siswa normal, yakni 30-35 siswa per kelas.
Baca Juga : Dedi Mulyadi Beberkan Penyebab Banjir Kembali Melanda Jabodetabek
Dedi menjelaskan Pemprov Jawa Barat sudah menyiapkan anggaran baru sebesar Rp 100 miliar untuk penambahan kelas di sekolah-sekolah negeri yang menampung 50 anak per kelas. Ruang kelas yang akan dibangun nanti rencananya berjumlah 736 ruangan, dan ditentukan setelah proses penerimaan murid baru tahun ajaran 2025/2026 tuntas.
“Kami upayakan dalam enam bulan awal ini sudah ada ruang kelas baru,” kata Dedi kepada Tempo melalui sambungan telepon pada Kamis, 3 Juli 2025.
Politikus Partai Gerindra itu menegaskan kebijakan satu ruang kelas untuk 50 orang siswa hanya berlaku untuk jenjang SMA dan SMK. Dia beralasan satu kelas 50 orang untuk jenjang SMA dan SMK tidak akan begitu berpengaruh terhadap pembelajaran.
Dia menilai proses belajar mengajar di tingkat ini tidak bisa disamakan dengan tingkat sekolah dasar (SD) atau sekolah menengah pertama (SMP). “Kalau SD itu kan gurunya perlu satu-satu tuh. Kalau SMA dan SMK kan sudah beda interaksi belajarnya. Paparan, membaca, pelajari. Jadi beda,” kata Dedi.