Bandung, LIntasnusa.com – Kasus hukum yang menjerat pengusaha asal Tasikmalaya, Endang Abdul Malik alias Endang Juta, memasuki babak baru. Endang didakwa oleh jaksa karena diduga menjalankan aktivitas pertambangan pasir ilegal di wilayah Blok Lampingsari, Desa Linggajati, Kecamatan Sukaratu, Kabupaten Tasikmalaya.
Dakwaan terhadap Endang dibacakan dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, pada Rabu (5/11). Dalam persidangan tersebut, jaksa penuntut umum (JPU) menjelaskan bahwa terdakwa melakukan kegiatan pertambangan di luar area yang tercantum dalam izin usaha, serta tidak mengantongi dokumen perizinan resmi sebagaimana diatur dalam perundang-undangan.
Menurut JPU, tindakan Endang Juta tersebut melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba). Aktivitas tambang pasir yang dilakukan tanpa izin berpotensi merusak lingkungan dan merugikan negara.
“Endang Abdul Malik alias Endang Juta melakukan kegiatan pertambangan pasir di luar koordinat izin dan tanpa dokumen legal yang sah,” ujar jaksa dalam pembacaan dakwaan di persidangan.
Kegiatan tambang ilegal yang dijalankan Endang disebut berlangsung di kawasan perbukitan yang memiliki potensi pasir berkualitas tinggi. Meski sebelumnya sempat memiliki izin usaha, jaksa menilai bahwa kegiatan yang dilakukan belakangan ini telah melampaui batas wilayah izin dan tidak sesuai dengan dokumen yang telah disahkan pemerintah.
Baca Juga : Pemprov Jabar Bentuk Lima Kantor Wilayah Gubernur sebagai Pusat Komando Penanganan Bencana
Kasus ini menjadi sorotan publik di Tasikmalaya karena Endang Juta dikenal sebagai salah satu pengusaha lokal yang memiliki jaringan bisnis cukup luas di bidang konstruksi dan material bangunan. Namun, kini reputasinya tercoreng akibat dugaan pelanggaran hukum di sektor pertambangan.
Persidangan selanjutnya dijadwalkan akan menghadirkan sejumlah saksi dari pihak Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jawa Barat, serta warga sekitar lokasi tambang yang diduga menjadi korban dampak lingkungan akibat aktivitas tersebut.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa pemerintah terus berkomitmen menindak tegas aktivitas pertambangan tanpa izin (PETI) yang masih marak di berbagai daerah, termasuk di wilayah Priangan Timur.







