Grebeg Besar Keraton Surakarta: Ratusan Warga Berebut Gunungan Makanan di Perayaan Idul Adha

Berita640 Dilihat

Surakarta, Lintasnusa.com– Ratusan warga dan wisatawan tumpah ruah di halaman Masjid Agung Surakarta, Sabtu pagi (7/6/2025), dalam puncak tradisi Grebeg Besar yang digelar oleh Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat untuk memperingati Hari Raya Idul Adha 1446 Hijriah. Dalam prosesi sakral dan meriah itu, dua gunungan yang sarat dengan hasil bumi serta makanan tradisional menjadi rebutan masyarakat sebagai simbol berkah dan kemakmuran.

Tradisi Grebeg Besar tahun ini bertepatan dengan 10 Dzulhijjah atau 10 Besar dalam kalender Jawa, dan jatuh pada hari Sabtu Kliwon. Acara dimulai sejak pagi dengan arak-arakan gunungan jaler (laki-laki) dan gunungan estri (perempuan) dari dalam keraton menuju Masjid Agung melalui pintu Kori Kandungan. Sebelum dibagikan, gunungan terlebih dahulu didoakan oleh para ulama Keraton di pelataran masjid.

KGPH Dipokusumo, salah satu dari 36 putra mendiang Sri Susuhunan Pakubuwono XII, menyatakan bahwa tradisi grebeg besar memiliki akar sejarah yang sangat panjang dan bernilai tinggi dalam budaya Jawa.

“Tradisi grebeg ini telah berlangsung sejak masa Kerajaan Demak ratusan tahun lalu. Kini, sebagai penerus dinasti Mataram Islam, Keraton Kasunanan tetap menjaga warisan leluhur ini. Bahkan, tradisi ini telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda oleh pemerintah pusat,” ujar Dipokusumo di sela-sela prosesi.

Grebeg Besar merupakan salah satu dari tiga momen grebeg penting yang rutin diselenggarakan oleh Keraton Surakarta. Dua grebeg lainnya adalah Grebeg Syawal saat Idul Fitri, dan Grebeg Maulud pada 12 Rabiul Awal untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW. Masing-masing memiliki makna spiritual dan sosial tersendiri yang lekat dalam kehidupan masyarakat Jawa.

Baca Juga : Kementerian HAM Jadi Jembatan Pusat-Daerah Tangani Pengungsi di Papua

Gunungan yang diperebutkan dalam Grebeg Besar berasal dari dapur keraton, Gondorasan, dan disusun dengan penuh makna. Isi dari gunungan tidak hanya berupa hasil bumi seperti cabai, terong, dan ketela, tetapi juga makanan tradisional seperti apem, jenang, dan rengginang. Menurut kepercayaan masyarakat, siapa pun yang berhasil mendapatkan bagian dari gunungan tersebut akan memperoleh berkah dan rezeki.

Warga yang hadir tampak sangat antusias menyambut momen rebutan gunungan. Mereka datang dari berbagai daerah, bahkan tidak sedikit wisatawan asing yang turut menyaksikan kemeriahan budaya ini.

“Saya setiap tahun datang ke sini untuk ikut grebeg. Meski cuma dapat apem kecil, tapi saya percaya ini berkah,” ujar Sumarni, warga Mojolaban yang datang bersama keluarganya.

Pihak Keraton memastikan prosesi berjalan tertib dengan pengamanan dari pasukan keraton dan dukungan petugas keamanan kota. Wali Kota Surakarta, Gibran Rakabuming Raka yang turut hadir, menyatakan dukungan penuh terhadap pelestarian budaya-budaya keraton yang masih hidup dan terus berkembang.

“Grebeg ini tidak hanya menjaga warisan sejarah, tetapi juga mendatangkan manfaat sosial dan ekonomi. Ini kekayaan budaya kita yang harus terus dijaga,” kata Gibran.

Grebeg Besar tahun ini tidak hanya menjadi perayaan keagamaan, tetapi juga bukti keberlanjutan budaya adiluhung Jawa yang tetap hidup di tengah masyarakat modern. Masyarakat berharap tradisi ini terus dijaga oleh generasi penerus sebagai perekat antara sejarah, spiritualitas, dan kehidupan sosial.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *